Selasa, 26 November 2013

UWAIS AL QARNI, Tidak dikenal di Bumi tapi Terkenal dilangit

November 26, 2013
Uwais Al qarni adalah seorang pemuda miskin, meskipun berwajah cukup  tampan, Dengan mata biru, Pundak berbidang lapang, rambut beerta kulitnya yang agak kemereh merahan.Penampilan kesehariannya jelas menunjukkan bahwa Dia adalah orang yang tidak punya.Pakaian yang dimilikinya hanya beberapa helai itupun sudah kusut.Tiada orang yang menghiraukannya,Jelas Dia hanyalah orang miskin yang tidak banyak dikenal orang.


Banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok dan menuduhnya sebagai tukang tipu, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, suatu saat ingin memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi sesudah diterimanya sebagai satu bentuk penghormatan lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata: “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari menipu pasti dari mencuri.”

Uwais al-Qarni, ia tinggal di negeri Yaman. Walau pun ia adalah seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an, tetapi kondisi kesehariannya membuatnya menjadi seseorang yang tak dianggap dalam lingkup kemasyarakatannya. Ia sudah lama menjadi seorang yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh serta penglihatan kabur yang masih tersisa.

Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama sang ibu. Bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa disiang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW saat yang pertama.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat didalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga ketika seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya. Di lingkungan Uwais, banyak dari tetangganya yang juga telah memeluk Islam. Mereka berangkat ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung, lalu sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Uwais yang hidupnya sangat pas-pasan itu senang sekali manakala mendengar cerita-cerita dari tetangga tentang pertemuannya dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka itu telah ‘bertamu dan bertemu’ dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah kondisi sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Kabar tentang perang Uhud, dimana Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, berita ini pun didengarnya. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan karena begitu cintanya Uwais kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan untuk bertemu Nabi Muhammad SAW semakin tak bisa dibendung lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Muhammad SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata: “Pergilah wahai anakku, temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.”

Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu Allaahu Akbar....

Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarani di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau tidak berada di rumah melainkan masih berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu yang miskin ini, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.

Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW kembali dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman. Dan ternyata ketaatan kepada ibunya lebih telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Dengan hati yang pilu ia mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi yang sangat dirindukan untuk dijumpainya dan lalu melangkah pulang dengan perasaan haru.

Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu Allaahu Akbar....

Waktu berlalu, peperangan usai. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya: Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah SAW bersabda: “Ia (Uwais al-Qarni), mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali r.a. dan sayyidina Umar r.a., dan menyampaikan lagi: “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan semata penduduk yang tinggal di bumi .”

Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu Allaahu Akbar....

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan ke Khalifah Umar r.a. Suatu ketika khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali r.a. untuk mencarinya bersama. Sejak itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qarani turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali r.a. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali r.a. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi. Memang benar. Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarani.

Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi Muhammad SAW bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais al-Qarani”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harus meminta do'a pada kalian.”

Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda, seperti yang dikatakan Rasulullah SAW sebelum wafatnya.” Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Namun dengan halus Uwais menampik, dan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu Allaahu Akbar....

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, kemudian bercerita: “Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.

Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah, tolonglah kami!” tetapi lelaki itu tidak menoleh.

Lalu kami berseru lagi, ”Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah! ”katanya “Kami telah melakukannya.” jawab kami. “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” ucapnya lagi.

Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.

“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?” tanya kami.
“Uwais al-Qarni” jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
“Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.

Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Syeikh Abdullah bin Salamah (orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) menjelaskan, “Ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.”

Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”

Uwais al-Qarni begitu bakti kepada Ibundanya, sehingga ibundanya ridha kepadanya. Apabila ibu sudah ridha, maka Allah sudah pasti akan ridha kepadanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW. Disamping itu Uwais al-Qarni juga melaksanakn ibadah secara luar biasa, dengan diiringi tawadhu dan keikhlasan yang sebenarnya.

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais disebabkan permintaan Uwais al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah dihari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa Uwais al-Qarni memang boleh jadi tidak terkenal di bumi, namun ia sangat terkenal di langit. Uwais al-Qarni adalah penghuni langit.”

Thanks for reading UWAIS AL QARNI, Tidak dikenal di Bumi tapi Terkenal dilangit

Related Posts

Your Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Copyright © Islamic. All rights reserved. Template by CB Blogger