Uwais Al qarni adalah seorang pemuda miskin, meskipun berwajah cukup tampan, Dengan mata biru, Pundak berbidang lapang, rambut beerta kulitnya yang agak kemereh merahan.Penampilan kesehariannya jelas menunjukkan bahwa Dia adalah orang yang tidak punya.Pakaian yang dimilikinya hanya beberapa helai itupun sudah kusut.Tiada orang yang menghiraukannya,Jelas Dia hanyalah orang miskin yang tidak banyak dikenal orang.
Banyak
orang suka menertawakan, mengolok-olok dan menuduhnya sebagai tukang tipu,
tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang
fuqoha’ negeri Kuffah, suatu saat ingin memberinya hadiah dua helai pakaian,
tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi sesudah diterimanya
sebagai satu bentuk penghormatan lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata:
“Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan
pakaian itu, kalau tidak dari menipu pasti dari mencuri.”
Uwais al-Qarni, ia tinggal di negeri Yaman. Walau
pun ia adalah seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an, tetapi kondisi
kesehariannya membuatnya menjadi seseorang yang tak dianggap dalam lingkup
kemasyarakatannya. Ia sudah lama menjadi seorang yatim, tak punya sanak famili
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh serta penglihatan kabur
yang masih tersisa.
Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais
bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk
sekedar menopang kesehariannya bersama sang ibu. Bila ada kelebihan, ia
pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan
seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya
yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap
melakukan puasa disiang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni
telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW
saat yang pertama.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak
luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat didalamnya sangat menarik hati Uwais,
sehingga ketika seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya. Di
lingkungan Uwais, banyak dari tetangganya yang juga telah memeluk Islam. Mereka
berangkat ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara
langsung, lalu sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam.
Uwais yang hidupnya sangat pas-pasan itu senang
sekali manakala mendengar cerita-cerita dari tetangga tentang pertemuannya
dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka itu telah ‘bertamu dan bertemu’ dengan kekasih
Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada
Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih,
tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih
ia beratkan adalah kondisi sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang
merawatnya.
Kabar tentang perang Uhud, dimana Rasulullah SAW
mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya,
berita ini pun didengarnya. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah.
Hal tersebut dilakukan karena begitu cintanya Uwais kepada Nabi Muhammad SAW,
sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan untuk
bertemu Nabi Muhammad SAW semakin tak bisa dibendung lagi. Uwais merenungkan
diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan
memandang wajah beliau dari dekat? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu
gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya,
mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan
pergi menziarahi Nabi Muhammad SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur,
merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan
Uwais, dan berkata: “Pergilah wahai anakku, temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila
telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.”
Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha
illallahu Allaahu Akbar....
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan
tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan
kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah
berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang
berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang
luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin
di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarani di kota Madinah. Segera ia
menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja
Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau tidak
berada di rumah melainkan masih berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu yang miskin ini, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak
berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu
kedatangan Nabi Muhammad SAW kembali dari medan perang. Tapi, kapankah beliau
pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman. Dan ternyata ketaatan kepada
ibunya lebih telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan
berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Dengan hati yang pilu ia mohon pamit kepada
sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan
salamnya untuk Nabi yang sangat dirindukan untuk dijumpainya dan lalu melangkah
pulang dengan perasaan haru.
Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha
illallahu Allaahu Akbar....
Waktu berlalu, peperangan usai. Sepulangnya dari
perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat
kepada ibunya: Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar
perkataan baginda Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya
tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang
mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua
dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah SAW bersabda: “Ia (Uwais al-Qarni),
mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau
SAW, memandang kepada sayyidina Ali r.a. dan sayyidina Umar r.a., dan
menyampaikan lagi: “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan semata penduduk yang
tinggal di bumi .”
Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha
illallahu Allaahu Akbar....
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi
SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di
estafetkan ke Khalifah Umar r.a. Suatu ketika khalifah Umar teringat akan sabda
Nabi SAW tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera
mengingatkan kepada sayyidina Ali r.a. untuk mencarinya bersama. Sejak itu
setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan
tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara
kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi
sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti,
membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qarani turut bersama
rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang
datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali r.a. mendatangi
mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu
mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah
Umar r.a. dan sayyidina Ali r.a. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang
melaksanakan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua
tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra
dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi.
Memang benar. Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarani.
Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah
seperti sabda Nabi Muhammad SAW bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah
Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar
jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba
Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama
saya Uwais al-Qarani”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu
Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama
rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon
agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia
berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harus meminta do'a pada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami
datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda, seperti yang dikatakan
Rasulullah SAW sebelum wafatnya.” Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah
itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal
kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Namun dengan halus Uwais menampik, dan
berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang
lagi.”
Subhanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha
illallahu Allaahu Akbar....
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam
tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong
oleh Uwais, kemudian bercerita: “Waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan
berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada
saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di
pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.
Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan shalat
di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,
tolonglah kami!” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, ”Demi Zat yang telah
memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami
dan berkata: “Apa yang terjadi?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus
angin dan dihantam ombak?” tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah!
”katanya “Kami telah melakukannya.” jawab kami. “Keluarlah kalian dari kapal
dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” ucapnya lagi.
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya
tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta
kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?”
tanya kami.
“Uwais al-Qarni” jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya
harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang
dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah
kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
“Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di
atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal
itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.
Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh
harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qarni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak
orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat
pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk
mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di
sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang
berebutan untuk mengusungnya.
Syeikh Abdullah bin Salamah (orang yang pernah ikut
berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
menjelaskan, “Ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari
mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas kuburannya.”
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan
masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan.
Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah
dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur,
di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling
bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah
Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari
wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke
bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”
Uwais al-Qarni begitu bakti kepada Ibundanya,
sehingga ibundanya ridha kepadanya. Apabila ibu sudah ridha, maka Allah sudah
pasti akan ridha kepadanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu Uwais al-Qarni juga melaksanakn ibadah secara luar biasa, dengan
diiringi tawadhu dan keikhlasan yang sebenarnya.
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan
keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana.
Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais
al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais
disebabkan permintaan Uwais al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali
ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah dihari wafatnya mereka mendengar
sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa Uwais al-Qarni
memang boleh jadi tidak terkenal di bumi, namun ia sangat terkenal di langit.
Uwais al-Qarni adalah penghuni langit.”